Sikap Umat Islam menghadapi Pemilu 2014
Tahun 2014 ini adalah tahun politik. Pasalnya,
perhelatan akbar pesta demokrasi akan digelar di tahun ini. Rakyat akan kembali
memilih wakilnya yang duduk di parlemen beserta presiden yang akan memimpin
pemerintahan. Wajar saja jika momentum ini akan sangat menentukan nasib bangsa
Indonesia setidaknya untuk lima tahun ke depan. Maka, sudah seyogianya ummat
Islam memaksimalkan hak pilihnya agar pemimpin yang nanti terpilih adalah
benar-benar yang siap melayani ummat dan berbakti kepada Islam dan Indonesia.
Musuh Islam Mengancam
Di tengah melemahnya partisipasi warga dalam Pemilu,
sikap untuk menjadi golput justru sebenarnya tidak bertanggungjawab. Mengapa?
Sebab dengan tidak memilih sebenarnya kita telah membiarkan kekuatan-kekuatan
lain untuk “berkuasa” bahkan nanti menindas dan menzalimi akidah dan
kesejahteraan kita. Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia
(MIUMI) KH. Fahmi Salim, MA mengatakan, “Sekarang para aktivis JIL, Syiah,
pluralis, sekuleris dan liberalis berlomba-lomba masuk ke parlemen. Apakah kita
diam saja membiarkan?” Tepat, sekarang ini orang yang tak senang akan
kebangkitan Islam juga berupaya masuk ke parlemen untuk mewujudkan misinya.
Mari kita kulik satu per satu.
Pertama, kekuatan Zionis Yahudi. Kini di republik ini telah berdiri
organisasi yang mempelopori dibukanya hubungan diplomatik antara Indonesia
dengan negara teroris Israel. Namanya IIPAC (Indonesia-Israel Public
Affair Commitee). Sudah beberapa tahun terakhir, lembaga yang dipimpin Benjamin
Ketang tersebut menyelenggarakan HUT Israel di sejumlah kota besar di
Indonesia. Benjamin sendiri menjadi caleg DPR RI dari Partai Gerindra. Penganut
Yahudi sendiri banyak bermukim di Jakarta, Surabaya dan Manado. Mereka memiliki
sinagog (rumah ibadah) dan rabbi (pendeta) sendiri. Bahkan di
Sulawesi Utara, mereka berhasil membangun tugu Menorah raksasa, simbol agama
mereka dengan dana APBD Provinsi yang nilainya mencapai milyaran rupiah.
Belakangan, mereka juga mengeluarkan pernyataan
dukungan terhadap capres yang mereka anggap akan mendukung perjuangan mereka
yaitu Abu Rizal Bakrie dari Partai Golkar. Memang jamak diketahui
sudah bertahun-tahun pemilik grup Bakrie ini memiliki kongsi bisnis dengan
konglomerat Yahudi Eropa dari Dinasti Rotshchild dalam usaha tambang
batubara Bumi Resources.
Selain itu, sejumlah politisi juga telah nyata-nyata
menunjukkan dukungan terhadap gerakan rasialis yang menjajah bumi suci
Palestina itu. Tercatat nama politisi Partai Nasdem, Ferry Mursyidan Baldan
yang menghadiri resepsi HUT Israel di Singapura pada 2013 lalu. Ada pula
anggota DPR dari Partai Golkar, Tantowi Yahya yang berkunjung ke Knesset,
parlemennya Israel atas undangan Australian Jewish Community. Miris
sekali. Tak terbayangkah bagaimana kejinya tentara Zionis membombardir
bocah-bocah Palestina yang tak berdosa dengan bom dan peluru?
Kedua, kekuatan Komunis-Marxis. Komunis adalah bahaya laten.
Walaupun sudah menjadi organisasi terlarang, tapi ideologinya terus berkembang.
Benih-benihnya bersemai di kampus-kampus. Dan sekarang tunasnya tumbuh dan
bermekaran di partai yang berebut ke Senayan. Ideologi anti Tuhan dan anti
kepemilikan pribadi yang nyeleneh ini dulunya berada di PKI. Lalu pada era reformasi
mereka berkumpul di Partai Rakyat Demokratik (PRD). Sayang, PRD tak
lolos electoral threshold. Akhirnya para aktivis kiri pemuja Che Guevara
ini menyusup ke banyak tempat. Mayoritasnya ada di PDI-Perjuangan
pimpinan Megawati Soekarno Putri. Bahkan di partai ini ada anggota DPR
yang menulis buku “Aku Bangga Menjadi Anak PKI”. Namanya Ribka Tjiptaning
Proletariati. Di samping itu, ada Budiman Sujatmiko, mantan ketua
PRD yang sudah duduk di Senayan (juga) dari PDIP. Masih ada lagi Andi
Arief yang menjadi staf khusus Presiden SBY dan Pius Lustrilanang
yang jadi anggota DPR dari Partai Gerindra.
Ketiga, kekuatan Salibis. Kita mungkin akan dituduh
intoleran dan primordialis jika menyinggung persoalan agama. Namun faktanya
memang umat Kristen di Indonesia juga berniat menjadikan “Anak Tuhan” sebagai
pemimpin negeri ini. Seperti halnya di Nigeria, penduduknya mayoritas Muslim
tapi presidennya Kristen. Organisasi seperti Persekutuan Gereja di Indonesia
(PGI) dan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) terang-terangan menyatakan
niatnya untuk memenangkan caleg dan capres Kristen.
Maka kita melihat sejumlah nama coba mereka usung
seperti Harry Tanoesoedibyo yang diusung Partai Hanura sebagai
cawapres mendampingi Wiranto. Bos MNC Group ini juga merupakan inisiator event
maksiat pengumbar syahwat Miss World di Indonesia. Kemudian Sinyo Harry
Sarundajang ikut di Konvensi Partai Demokrat. Selain itu Pendeta
Richard Daulay membeberkan sejumlah figur kader Gereja yang dianggap mampu maju
di Pilpres di antaranya EE Mangindaan, Menteri Pertahanan Purnomo
Yusgiantoro, Menparekraf Marie Elka Pangestu, mantan Menperind Luhut
Binsar Panjaitan dan mantan Pangkostrad Letjend TNI (Purn) Johny
Lumintang.
Belum lama ini lembaga survey milik mereka, Cyrus
Network juga merekayasa hasil risetnya seolah-olah Ahok alias Basuki
Tjahaja Purnama sangat diharapkan rakyat menjadi wapres. Di sisi lain
mereka juga terus mengkampanyekan Jokowi for President dengan asumsi
jika Jokowi melenggang ke RI 1 maka kursi Gubernur Jakarta akan jatuh ke Ahok.
Kita patut bercermin bagaimana kota Manokwari di Papua nyaris mereka buat
menjadi kota Injil dimana simbol keislaman dilarang. Adzan untuk shalat saja
tak diperbolehkan. Naudzubillah. Betullah firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah
ayat 120, “Dan mereka tidak akan ridha kepada kalian, sebelum kalian
mengikuti millah (agama) mereka..”
Keempat, kekuatan liberalis. Jaringan Islam Liberal (JIL)
adalah musuh dalam selimut umat Islam. Mereka hendak menghancurkan Islam dari
dalam. Bagi mereka Al-Qur’an itu ketinggalan zaman sehingga perlu tafsir baru
yang mereka buat sesuai kehendak syahwat mereka. Menurut mereka, semua
agama itu sama saja. Dalam pandangan mereka, shalat itu tak wajib. Jilbab bagi
muslimah tak wajib. Nikah beda agama boleh. Waris beda agama sah-sah saja.
Bahkan menikah dengan sesama jenis (gay/lesbi) tak jadi soal. Beginilah memang
jika belajar Islam kepada orientalis Yahudi. Mondoknya bukan Mekkah, Madinah
atau Al-Azhar, Mesir tapi di Chicago atau Montreal sana.
Tokoh utama JIL yang mencoba masuk ke parlemen adalah Ulil
Abshar Abdalla, salah satu Ketua DPP Partai Demokrat yang menjadi
caleg dari partai berkuasa itu. Satu lagi adalah Zuhairi Misrawi, yang
jadi caleg dari PDIP. Keduanya –oleh media sekuler- disebut sebagai
intelektual Muslim. Namun ketika presiden Mesir yang sah dan konstitusional DR.
Muhammad Mursi al-hafidz dikudeta militer, mereka malah bertepuk tangan,
tertawa gembira dan mendukung pembantaian terhadap aktivis Islam dari gerakan
Ikhwanul Muslimin. Pembakaran masjid pun mereka amini untuk mengikuti syahwat
Zionis. Memang jamak diketahui Partai Demokrat dan PDIP adalah
tempat bersarangnya aktivis liberal anti-Islam yang getol membela kebathilan
seperti pornografi dan LGBT (lesbian, gay, transgender, heterosex). Salah satu
yang paling populer adalah Rieke Dyah Pitaloka alias Oneng, politisi
partai banteng yang aktif di AKKBB.
Dalam tayangan Duel Kandidat di TV One (27/1)
yang lalu, juga terlihat sejumlah politisi parpol berbasis massa Islam yang
justru berbangga menjadi pembela pluralisme dan liberalisme. Sebut saja Saleh
Partaonan Daulay (PAN), Malik Haramain (PKB) dan Ramadhan Pohan
(Demokrat). Padahal pluralisme dan liberalisme telah dinyatakan sesat oleh
MUI melalui fatwanya dalam Munas 2005. Namun atas nama kebebasan dan hak asasi,
mereka membela aliran menyimpang yang menodai dan menistakan Islam seperti
ajaran Ahmadiyah.
Kelima, kekuatan Syiah. Syiah adalah satu sekte yang menyimpang dari akidah
Islam. Ajaran yang diciptakan tokoh Yahudi, Abdullah bin Saba’ ini
memang sangat ekstrim. Bagi mereka khalifah sesudah Nabi Muhammad haruslah Ali
bin Abi Thalib. Bagi muslim yang setuju dengan kepemimpinan Abu Bakar, Umar bin
Khattab dan Utsman bin Affan mereka nyatakan kafir. Para sahabat Nabi yang
mulia dicaci makinya. Ummahatul Mukminin Aisyah ra. difitnah dan
dilecehkan. Mereka juga mengklaim bahwa Al-Qur’an yang dimiliki ummat Islam
saat ini (Mushaf Utsmani) telah mengalami distorsi. Ada banyak ayat yang
hilang, menurut mereka.
Di sisi fiqih, salah satu ajaran paling nyelenehnya
adalah dianjurkannya nikah mut’ah alias kawin kontrak. Menikah dengan
perjanjian sampai batas waktu tertentu. Tentu ini tak lain hanyalah pelacuran
yang dijustifikasi atas nama agama. Di Iran, Suriah, Irak dan Lebanon dimana
Syiah berkuasa, ummat Islam ahlussunnah wal jamaah ditindasnya. Di negara kita
pun, pentolah Syiah mulai merambah ranah politik. Di antaranya adalah Ketua
Dewan Syura IJABI, Jalaluddin Rakhmat yang jadi caleg PDIP di
Jawa Barat dan Zulfan Lindan yang jadi caleg DPR RI Dapil Aceh 2 dari Partai
Nasdem.
Setelah membaca uraian di atas, bagaimana pendapat
Anda? Benar, pihak-pihak yang tidak senang dengan Islam pun kini bersusah payah
merebut kursi di Senayan. Mereka juga hendak memanfaatkan kewenangan DPR untuk
kepentingan mereka. Merancang undang-undang sesuai misi mereka. Menggunakan
anggaran negara untuk program mereka. Juga menguatkan posisi tawar agar dapat
menempatkan orang-orangnya dalam posisi strategis di pemerintahan. Semuanya
memang berawal dari DPR, DPD dan DPRD.
Kriteria Pemimpin dalam Islam
Lantas, bagaimana cara memilih pemimpin menurut Islam?
Al-Qur’an dan Hadits sebagai rujukan ummat Islam telah memberikan panduan. Imam
Mawardi dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah meringkaskannya menjadi
tujuh poin, yaitu:
- Adil
- Berilmu
- Sehat jasmani
- Cerdas
- Memiliki kemampuan untuk memimpin
- Berani mempertahankan kehormatan dan berjihad melawan musuh
- Keturunan Quraisy (khusus untuk jabatan Khalifah)
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ibnu Khaldun,
Ibnu Taimiyyah dan Abdul Qadir Audah. Pakar hadits yang juga anggota Dewan
Fatwa PB Al-Washliyah, KH. DR. Daud Rasyid melalui akun twitter-nya juga
mengatakan ummat Islam tidak boleh golput karena sama dengan membiarkan
kekuasaan jatuh kepada orang tidak beriman. Oleh karenanya, wajib memilih pemimpin
dari kalangan orang shalih.
Pilih yang Paling Sedikit Mudharatnya
Banyak yang pesimis melihat caleg-caleg yang ada.
Maraknya berita korupsi di televisi membuat asa kita menipis. Kepercayaan
kepada parpol menurun. Namun Islam melarang kita memupus harapan. Harus ada
optimisme bahwa Islam akan kembali bangkit. Ini adalah janji Allah, “Allah
telah menetapkan: ‘Aku dan rasul-Ku pasti menang.’Sesungguhnya Allah Maha Kuat
lagi Maha Perkasa.” (QS Al-Mujadilah ayat 21)
Jika kita merasa belum ada sosok yang ideal, mari
berinstrospeksi. Orang yang baik, lurus, shalih dan pembela agama Allah akan
selalu dipeliharaNya, akan selalu ada hingga akhir zaman. Ustadz Habiburrahman
El-Shirazy, sastrawan Islam abad ini mengatakan bisa jadi karena kita menilai
orang selalu dengan ukuran dan kualitas kita, sehingga kita tega memvonis tak
ada lagi orang baik di muka bumi. Bisa jadi itu karena teman dan lingkungan
sekitar kita memang dikelilingi orang tak baik. Padahal masih banyak orang baik
yang belum kita kenal. Ketika beberapa orang menyindirnya bahwa tokoh Fahri
dalam novel Ayat-Ayat Cinta karangannya tidak masuk akal sebab terlalu
sempurna: “terlalu shalih, alim, rajin, pekerja keras, berhati lembut dan
berakhlak mulia”, ia malah menjawab, “Jangan salah, di Mesir yang jauh lebih
baik dari Fahri itu sangat banyak!”
Yah, kalaupun betul-betul miskin teladan di sekitar
kita, maka ikutilah kaidah ushul fiqih, wadhidduhu tazakumul mafasiddi
fartakabu adna minal mafasidi. Bila ada dua mudharat pilih yang paling
kecil dan ringan mudharatnya. Data yang disuguhkan ICW pada tahun 2012 lalu
menunjukkan bahwa partai terkorup diduduki oleh Golkar, disusul Demokrat
di posisi kedua dan di bawahnya dikejar PDIP dan PAN. Rilis
terakhir di Januari 2014 oleh @PilkadaUpdate, partai paling juara dalam korupsi
berturut-turut diduduki oleh PDIP (84 orang), Golkar (60 orang), PAN (36
orang) dan Demokrat (30 orang). Sementara dalam polling yang dihelat situs BeritaSatu.com
pada akhir 2013 mencatat partai yang dianggap publik paling bersih
dari korupsi adalah parpol Islam seperti PKS, PBB dan PKB. Data-data ini
setidaknya bisa turut menjadi pertimbangan kita. Ketahuilah, memilih
pemimpin yang sudah nyata-nyata diketahui melanggengkan budaya koruptif sama
saja dengan menggorok leher sendiri.
Tips Menentukan Pilihan
Tidak bisa dipungkiri, banyaknya jumlah caleg ditambah
minimnya sosialisasi membuat kita kesulitan untuk betul-betul mengenali sosok
calon pelayan ini. Apalagi jika kita hanya mengetahui calon sekedar dari
spanduk dan baliho. Kalau hanya retorika dan jargon belaka, semua juga bisa.
Oleh karenanya ada beberapa tips untuk menjadi pertimbangan dalam memutuskan
pilihan.
Pertama, bagaimana shalat subuh dan isyanya? Kalau ia senantiasa shalat
berjamaah di masjid, insya Allah ada garansi dari Allah SWT. Pasalnya,
disebutkan dalam hadits Nabi bahwa salah satu ciri orang munafik adalah susah
untuk subuh dan isya berjamaah di masjid. “Sesungguhnya shalat yang
paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan
shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka
akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan
Muslim no. 651)
Kalau shalat maghrib saja sih, semua orang juga bisa.
Dimana-mana masjid dan mushalla ramai. Tapi subuh dan isya dan istimewa. Kalau
yang rajin ke masjidnya hanya menjelang Pemilu, patur dicek lagi benarkah ini
“hijrah pada kebaikan” atau hanya pencitraan?
Kedua, bagaimana keluarganya? Ya, ini salah satu tolok ukurnya.
Jika keluarganya harmonis dan sakinah insya Allah ini pertanda kebaikan. Tengok
lagi anak dan istrinya apakah berperilaku Islami tindak-tanduknya? Kalaulah
istri dan anaknya saja tak terurus bahkan jadi begajulan –sering bolos sekolah,
doyan tawuran hingga terjerumus narkoba, ini merupakan bukti bahwa memimpin
keluarga saja ia sudah gagal, bagaimana lagi mau memimpin negara/daerah? Namun
jika kita lihat istri berbusana muslimah rapi menutup aurat, perilakunya santun
dan ramah, peduli pada sesama, bisa jadi ini dambaan kita. Jika kita saksikan
anaknya tumbuh jadi shalih-shalihah, berprestasi di sekolah bahkan hafalan
Al-Qur’annya lebih baik daripada kita yang dewasa, tak salah lagi mungkin
inilah harapan kita.
Ketiga, pastikan bukan politisi kutu loncat. Betul, kutu loncat artinya suka
berpindah. Dari satu partai ke partai lain. Jika mendapati politisi semacam ini
maka nyatalah bahwa mereka punya sikap pragmatis. Berpolitik bagi mereka
hanyalah untuk memuluskan kepentingan pribadi. Dimana ada peluang untuk
menangguk manfaat, di situlah mereka berlabuh. Mereka tak punya visi, apalagi
ideologi untuk diperjuangkan.
Setiap Pilihan Akan Dimintai Pertanggungjawaban
Pilihan ada di tangan kita. Dan yakinlah bahwa setiap
pilihan kita dalam Pemilu apakah itu mendukung si A, si B atau golput
sekalipun, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Risiko dari
setiap pilihan itu akan kita rasakan tak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.
Itulah sebabnya sikap apatis dan acuh tak acuh, menjadi sangat tidak relevan.
Tidak bertanggungjawab.
Di kertas suara sana, ada bandar judi yang jadi caleg.
Ada pengusaha minuman keras yang jadi caleg. Sampai-sampai model majalah
porno-pun (media sekuler menyebutnya “majalah pria dewasa”) yang menjadi caleg
di PKPI yaitu Destiara Talita dan Camel Petir. Ada pula artis yang sering
beradegan “tak sopan” memamerkan aurat dalam film layar lebar, yaitu Angel
Lelga menjadi caleg PPP. Miris sekali. Jangan pernah Anda percaya dengan ocehan
liberalis seperti, “Jangan bawa-bawa agama ke politik.” Itu adalah pikiran picik
yang sekaligus menuduh Islam tidak sempurna. Seolah-olah Islam tidak lengkap
mengatur urusan politik. Ini jelas penistaan. Perdana Menteri M. Natsir yang
aktivis Masjumi mengatakan, “Islam beribadah itu akan dibiarkan. Islam
berekonomi akan diawasi. Islam berpolitik itu akan dicabut seakar-akarnya”
Jika kita tak menggunakan hak pilih kita untuk
memenangkan kebaikan, bersiaplah nanti Allah menanyakan alasan dari pilihan
kita. Bila kelak calon yang kita pilih berbuat keliru, adalah tugas kita untuk
mengawasi dan mengingatkan. Yang penting kita ikhtiar saja. Insya Allah, Dia
memberikan petunjuk dan berkah-Nya sehingga Indonesia menjadi baldatun
thayyibatun warabbun ghafur. Wallahua’lam bish shawab.
Abu Fatih Ar-Rantisi
Redaktur: Shabra Syatila
Copyright © 2011 - 2014 Madani Cyber Media | Bersatu Dalam Bingkai
Madani
0 komentar:
Posting Komentar