Campur Sari

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
cetakKirim ke TemanKirim ke AdminisatorKirim KomentarAmbil kode untuk halaman html
Program Jawami' al Kalim
CD ' DVD
    Program Jawami' al Kalim
    Program Jawami' al Kalim: merupakan ensiklopedi hadits yang mencakup 1400 refrensi buku hadits , 543 diantaranya masih dalam bentuk manuskrip yang belum dicetak dan diteliti juga disertai 70.000 biografi para perawi hadits dengan fasilitas tajhrij dan pencarian yang sangat bagus bagi para pelajar dan peneliti.

27 Mar 2012

ASPEK KEMANUSIAAN DALAM MERAIH HASIL

Aspek kemanusiaan dalam mencapai hasil suatu usaha ditentukan oleh akal dan kehendak (iradah). Fungsi akal adalah menetapkan sesuatu berdasarkan pemikiran sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu. Iradah (kehendak) adalah kebulatan tekad terhadap kelangsungan suatu aktivitas, bagaimanapun berat dan melelahkan, disertai dengan keteguhan dan konsistensi di dalamnya.
A.      Beberapa Perkara Rasional untuk Mewujudkan Buah Amal
Beberapa perkara bersifat rasional yang wajib dipenuhi untuk mewujudkan keberhasilan dalam usaha antara lain:
1.       Menentukan Target
Artinya, membatasi target atau buah amal yang diharapkan secara jelas dan rinci. Secara alami setiap target berbeda-beda tingkat kemudahan dan kesulitannya. Membangun rumah misalnya, jauh lebih mudah dibandingkan dengan membangun masyarakat. Setiap target, baik mudah ataupun sulit harus dibatasi terlebih dahulu sebelum seseorang mulai menjalankan suatu aktivitas, apapun bentuknya. Ketidakjelasan dan ketidaksempurnaan target atau kesamaran tujuan, meskipun sedikit akan melahirkan kebingungan dan keraguan dalam jiwa, selain akan menyebabkanputusnya cita-cita, lemahnya semangat dan motivasi, dan munculnya rasa putus asa, yang selanjutnya dapat berujung pada kegagalan total dan tidak terwujudnya tujuan.
Penentuan target yang terfokus, jelas dan tidak mengandung kekeliruan akan melahirkan tekad yang kuat dalam jiwa, sikap konsisten dan keteguhan, akan dapat memperkuat cita-cita dan semangat, akan mampu menguatkan motivasi, rasa percaya diri, dan sikap optimis, serta akan bisa mengantarkan manusia pada keberhasilan yang sempurna dan tercapainya tujuan.
Demikianlah, ada perbedaan yang sangat jelas antara orang yang berjalan tanpa tujuan tertentu dan samar dengan orang yang memiliki tujuan tertentu, jelas dan terfokus. Perbedaan diantara keduannya seperti orang yang berjalan dalam kegelapan dengan yang berjalan dalam keadaan terang, seperti orang yang berjalan dalam keadaan buta dengan orang yang berjalan sambil melihat, atau seperti orang yang berjalan di padang pasir tanpa arah/petunjuk dengan orang yang berjalan diatas rel kereta api.
2.      Mengetahui Sebab-sebab yang Mengantarkan pada Tercapainya Tujuan
Maknanya adalah mengetahui seluruh sebab-sebab yang bisa mengantarkan pada tercapainya tujuan, baik yang bersifat kemanusiaan, yang bersifat material (harta), maupun yang lain.
Sudah kita kemukakan sebelumnya, bahwa sebab adalah sesuatu yang akan mengantarkan pada sesuatu yang lain. Jika tujuan berbeda, maka sebab-sebab sebab-sebab yang bisa mengantarkan pada tercapainya tujuan juga berbeda-beda, sesuai dengan tingkat kemudahan dan kesulitannya. Demikian jenis, tingkat kesulitan, dan upaya yang harus dikerahkan untuk memenuhi sebab-sebab tersebut. Misalnya, apa yang diperlukan untuk menulis selebaran (nasyrah) berbeda dengan yang diperlukan untuk menulis undang-undang negara. Apa yang dibutuhkan untuk menyembuhkan sakit mata berbeda dengan yang dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit kanker. Apa yang dibutuhkan untuk bisa naik ke atap rumah berbeda dengan yang dibutuhkan untuk mendarat di bulan. Apa yang dibutuhkan untuk membangun tenda bebeda dengan yang dibutuhkan untuk membangun gedung pencakarlangit. Apa yang dibutuhkan untuk membangun kepribadian Islam berbeda dengan yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat atau untuk membangun Daulah Islamiyah. Demikian seterusnya.
Target-target yang ingin dicapai dalam kehidupan kita sehari-hari itu ada yang mudah serta bisa dicapai dengan sedikit kesulitan dan kekuatan. Begitu pula sebab-sebab yang diperlukannya, ada yang dapat dijalani dengan mudah serta gampang diketahui dan dibatasi.
Sementara itu, target-target yang lain bisa sangat sulit. Usaha untuk mencapainya pun membutuhkan kekuatan yang sangat besar dan luar biasa. Manusia, kadang-kadang menghabiskan usianya, mengerahkan seluruh fasilitas yang dimilikinya, baik akal, badan maupun harta, tetapi kemudian ajalnya datang sebelum tujuan tercapai. Mereka pun kadang-kadang membutuhkan kekuatan seluruh generasi yang akan datang satu demi satu, memerlukan aktivitas yang terus menerus, sulit dan berat, dengan melibatkan kehendak dan kemauan yang keras. Lebih dari itu, mereka acapkali malah sangat sulit untuk mengetahui dan membatasi seluruh sebab-sebabnya, karena bagi orang yang memandang dari kejauhan, target tersebut seakan-akan sangat jauh dan sulit untuk diraih, bahkan tampak mustahil untuk diwujudkan.
Oleh karena itu, setelah menentukan dan memfokuskan target tersebut, yang pertama kali diusahakan oleh orang-orang yang mempunyai tujuan besar dalam kehidupah ini, seperti para pemimpin dan para pemikir, adalah mengetahui sebab-sebab yang akan mengantarkannya pada target tersebut secara pasti. Kejeniusan mereka tampak dalam penguasaan dan pengetahuan yang rinci terhadap seluruh sebab yang bisa mengantarkan pada target-target tadi, meskipun sangat sulit. Sebab, meremehkan sesuatu yang sederhana yang bisa menyempurnakan seluruh sebab untuk meraih tujuan akan mengakibatkan kegagalan total dan menyia-nyiakan seluruh kekuatan. Dengan demikian agar target itu bisa dicapai secara sempurna kita harus mengetahui seluruh sebab-sebabnya.
3.      Mengaitkan Sebab dengan Akibat Secara Benar
Setelah ada kejelasan dan penentuan target, serta seluruh sebab yang bisa mewujudkannya pun telah diketahui, maka seorang pemikir atau pemimpin akan berusaha mengaitkan sebab-sebab tersebut dengan targetnya, atau mengaitkan sebab dengan akibatnya secara benar. Untuk menjamin suatu keberhasilan tidak cukup hanya dengan mengaitkan sebab dengan akibatnya saja. Lebih dari itu pengaitan tersebut harus benar, sehingga target bisa dicapai dalam waktu singkat tanpa menyia-nyiakan kekuatan yang dikerahkan. Seorang pelajar misalnya, agar memperoleh nilai yang sempurna pada saat ujian harus mempelajari seluruh materi pelajaran disertai dengan pemahaman dan pemikiran yang sempurna. Apabila dia tidak mempelajari seluruh materi pelajaran, berarti dia tidak mengambil dan menjalani sebab-sebabnya dengan sempurna. Mungkin dia berhasil dalam sebagian ujian karena hanya menjalani sebagian saja dari sebab-sebab keberhasilan. Jika dia mempelajarinya tanpa pemahaman dan pemikiran yang sempurna, berarti dia tidak mengaitakan sebab (yaitu mempelajari materi pelajaran) dengan akibatnya (yaitu keberhasilan). Pada saat itu target tidak akan terwujud, karena pengkaitannya tidak benar. Termasuk tindakan yang sia-sia jika seorang pelajar ingin memperoleh nilai ujian yang sempurna tetapi dia tidak mengaitkan akibat (yaitu keberhasilan) dengan sebab-sebabnya secara benar, yaitu mempelajari seluruh materi pelajaran dan memahaminya dengan sempurna.
Contoh lain adalah peperangan. Dalam peperangan kita tidak cukup mengetahui bahwa sebab kemenangan adalah mempersiapkan kekuatan dengan hanya mengumpulkan senjata saja. Lebih dari itu kita juga harus mengetahui strategi perang mutakhir dengan tingkat yang paling tinggi, juga mengetahui penentuan langkah-langkah penyerangan militer dan langkah-langkah dalam mempertahankan diri. Disamping itu kita juga harus mengetahui informasi tentang musuh sekaligus titik-titik kelemahannya, harus menjaga seluruh benteng pertahanan yang mungkin ditembus musuh, serta harus mendorong semangat perang para pasukan dan memotivasinya untuk syahid di jalan Allah. Semua itu termasuk upaya mengaitkan persiapan (sebab) dengan kemenangan (akibat) secara benar.
Contoh lain lagi adalah dalam hal kekuasaan. Sebab keberhasilan dalam mengambil alih pemerintahan adalah adanya akses menuju kekuasaan. Pengaitan yang benar antara akses menuju kekuasaan dengan mengambil alih pemerintahan menuntut adanya pengetahuan tentang seluruh potensi kekuasaan secara rinci dan deskriptif, serta pengetahuan tentang orang-orang yang memiliki pengaruh secara potensial satu persatu. Apabila kekuatan secara potensial ada pada satu kabilah misalnya, maka kita mesti meraih loyalitas kabilah tersebut agar bisa sampai pada pemerintahan. Meraih loyalitas mereka menuntut keharusan untuk meraih loyalitas pemimpinya atau para pelaksana kekuasaan pada kabilah tersebut. Apabila kekuasaan secara potensial ada di kalangan militer, maka kita harus meraih seluruh struktur yang ada di dalamnya, yang secara potensial dapat mengakses kekuasaan. Meraih bagian-bagian tersebut tentu saja harus melalui rekrutmen para pemimpinnya. Kelalaian dalam merekrut seluruh struktur atau ada satu bagian saja yang disepelekan dalam meraih loyalitas, berarti pengaitan itu tidak dipandang benar. Satu perkara ini saja cukup untuk bisa menghasilkan kegagalan total, bahkan kadangkala mengakibatkan bencana yang menghancurkan.
Dengan demikian, pengaitan yang benar antara sebab dan akibat merupakan keharusan agar bisa menjamin terwujudnya tujuan.
4.      Memperhatikan Hukum Alam dan Aturan Kehidupan
Orang yang berusaha untuk mewujudkan tujuan-tujuannya harus mengaitkan sebab dengan akibatnya. Tidak boleh hilang dari benaknya kesadaran bahwa usahanya tersebut harus selalu sesuai dan sejalan dengan hukum alam dan aturan kehidupan. Artinya, usahanya harus selaras dengan tolok-ukur tolok ukur fisik yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta alam, manusia dan kehidupan. Apabila manusia keluar dari tolok ukur yang bersifat fisik ini, ia tidak mungkin, bahkan mustahil bisa mewujudkan tujuan-tujuannya, bagaimanapun pengaitan sebab dan akibat itu dilakukan, serta bagaimanapun kekuatan-kekuatannya sebagai manusia yang berakal dikerahkan. Sebagai contoh, sebab kematian adalah datangnya ajal. Datangnya ajal adalah dari Allah, Zat yang berada dibalik alam ini. Tidak mungkin manusia bisa menghidupkan orang yang sudah mati, bagaimanpun kerasnya upaya yang dikerahkannya. Mewujudkan tujuan semacam ini adalah upaya yang sia-sia. Begitu juga halnya dengan orang yang mencari pertolongan atau kemenangan di medan perang, dia wajib mempersiapkan segenap kekuatan, bukan malah membaca kitab Shahih Bukhari sebagai perlindungan. Sebab, peperangan adalah pertarungan antar kekuatan fisik, bukan antar kekuatan pemikiran. Orang yang ingin menuntut ilmu tidak boleh mencari ilmu melalui usaha mencari harta. Orang yang ingin menjadi seorang faqih tidak boleh mencari ke-faqih-annya dengan mencari ilmu tentang molekul. Orang yang ingin sembuh dari luka-luka di perutnya tidak mungkin bisa sembuh hanya dengan membaca surat al-Fatihah saja, tetapi dia harus menjalani proses pengobatan luka melalui seorang spesialis
.
B.      Kehendak dan Kemauan untuk Mewujudkan Keberhasilan dalam Beraktivitas
Empat perkara yang telah dipaparkan sebelumnya adalah perkara-perkara yang bersifat rasional (‘aqli) dalam upaya menjalankan aktivitas dan merealisasikan tujuan. Sementara itu yang berhubungan berhubungan dengan kehendak (iradah) hanya terbatas pada tiga perkara:
1.       Kehendak yang Sempurna, Konsisten dan Kontinyu.
Kita sudah menyebutkan bahwa iradah adalah tekad bulat untuk melakukan suatu aktivitas. Dalam diri setiap manusia, tekad itu ada yang kuat ada yang lemah. Bahkan tekad bisa berubah-ubah pada diri seseorang dari waktu ke waktu. Tekad bulat yang dimiliki para pengemban dakwah dalam aktivitasnya untuk menegakkan (negara) Khilafah, misalnya berbeda-beda satu sama lain. Tekad bulat seorang diantara mereka pada saat permulaan mengemban dakwah berbeda dengan setelah menjalankan dakwah bertahun-tahun. Begitu pula tekad bulat yang dimiliki seseorang untuk menjalankan suatu aktivitas, kekuatan dan kelemahannya berbeda-beda, tergantung pada mudah atau sulitnya aktivitas yang akan dilakukan. Aktivitas yang mudah hanya membutuihkan iradah yang sederhana, dan aktivitas yang lebih sulit membutuhkan iradah yang lebih kuat. Sementara aktivitas di luar kebiasaan membutuhkan tekad bulat yang amat kuat seperti baja, tidak seperti biasanya.Begitulah seterusnya.
Faktor yang mempengaruhi kekuatan dan kelemahan serta keteguhan dan kontinuitas iradah pada diri manusia adalah kekuatan yang dimiliki manusia, baik kekuatan materi, kekuatan maknawi, ataupun kekuatan ruhani. Contohnya adalah kekuatan ruhani yang dimiliki oleh mujahid fi sabilillah ketika dia meyakini bahwa tempat kembalinya adalah surga yang sederajat dengan surga tempat shiddiqin dan para syuhada. Sebaliknya, dia takut akan memperoleh kekekalan dalam neraka jahanam seandainya lari dari medan perang. Semua itu akan menjadikan iradahnya lebih kuat dari pada baja dan lebih tangguh dari pada gunung yang tinggi.
Faktor yang menghasilkan kekuatan yang dapat mempengaruhi iradah pada diri manusia adalah pemahamannya tentang kehidupan. Seorang kapitalis-sekular misalnya, ketika melihat ada kesempatan untuk memperoleh keuntungan materi, kekuatan maknawinya akan bertambah sehingga dia akan berusaha dengan dorongan motivasi dan iradah yang kuat. Seorang sosialis, pada saat menyadari tentang aturan materi dan alam, maka dia akan terdorong dengan iradahnya yang kuat untuk melakukan perubahan masyarakat. Demikian pula dengan seorang muslim yang meyakini bahwa ajal dan rizki,ada di tangan Allah, yangsenantiasa bertawakal kepada-Nya dengan sebenar-benarnya, dan yang memahami dengan jelas persoalan tentang qadla dan qadar. Dengan semua itu, dia akanmenghasilkan pada dirinya iradah yang kuat bagaikan besi-baja untuk mewujudkan perkara-perkara yang besar.
Berdasarkan penjelasan ini, kita akan menemukan perbedaan besar antara iradah yang dimiliki oleh seorang muslim pengemban dakwah dengan iradah yang dimiliki oleh penganut ideologi kapitalis dan sosialis ataupun dengan manusia yang tidak berideologi. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan perbedaan kekuatan –baik kekuatan ruhiah, maknawi, maupun materi- yang mempengaruhi diri mereka masing-masing. Adanya perbedaan tersebut juga dapat dilihat dengan memperhatikan perbedaan pemahaman yang bisa mendorong dan memperkuat iradah mereka. Dari sini tampak bahwa iradah (tekad bulat untuk melakukan suatu aktivitas) berikut konsistensi, kontinuitas, dan keserasiannya dengan jenis aktivitas yang kuat maupun yang lemah harus ada untuk menjalankan suatu aktivitas dan meraih tujuannya.
2.      Adanya Perasaan Butuh terhadap Suatu Aktivitas
Kita bisa memperhatikan bagaimana pentingnya peranan perasaan dalam menjalankan suatu aktivitas dalam kehidupan ini. Kita bisa memperhatikan bahwa orang yang tidak merasakan adanya kedzaliman, misalnya, tidak akan memiliki iradah untuk mengubah kedzaliman itu. Seorang muslim yang tidak merasakan adanya hukum kufur dan dan kedzaliman yang diakibatkannya, serta tidak menyadari segala tipu daya dan konspirasinya, juga tidak akan memiliki iradah untuk mengubah keadaan tersebut dengan melakukan aktivitas untuk mewujudkan (negara) Khilafah. Kita pun bisa memperhatikan bahwa manusia yang pernah merasakan pahitnya kegagalan, akan memiliki iradah yang berbeda dengan orang yang tidak pernah mencoba melakukan suatu aktivitas. Dengan demikian, iradah lahir dari perasaan. Artinya, tanpa adanya perasaan tidak akan lahir iradah. Rasa lapar akan melahirkan iradah untuk mendapatkan benda-benda yang bisa menghilangkan rasa lapar. Perasaan terhadap dzalimnya kekufuran juga akan melahirkan iradah untuk membebaskan diri dari kedzaliman tersebut. Hanya saja, untuk menjamin kebenaran hasil sari suatu aktivitas dan terwujudnya tujuan yang dicari, maka perasaan harus disertai dengan pemikiran. Dalam hal ini pemikiran akan memperkuat perasaan yang ada dalam jiwa sehingga menjadi perasaan yang peka. Pemikiran inilah yang akan mengontrol dan menjadikan perasaan itu memeiliki pengaruh. Apabila manusia menjalankan suatu aktivitas yang dipicu oleh perasaan semata, tanpa disertai pemikiran, maka tidak mungkin sampai pada hasil yang dituju. Lebih dari itu perilaku seperti ini dapat menurunkan derajat manusia ke tingkat hewani karena meninggalkan dan mengabaikan kekuatan akal pikiran. Walhasil, perasaan akan melahirkan iradah, dan pemikiran dapat menjadikan perasaan itu menjadi perasaan yang benar dan berpengaruh.
3.      Adanya Keseimbangan antara Dorongan dan Cita-cita pada Diri Manusia dengan Kemampuan dan Fasilitas yang Dimilikinya.
Secara alami, manusia memiliki dorongan dan hasrat. Ia juga memiliki kemampuan dan fasilitas untuk dapat mengantarkan dirinya pada keinginan dan cita-citanya. Agar kaidah untuk mewujudkan tujuan itu tetap benar, maka kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh manusia tidak boleh melebihi dorongan dan cita-citanya, meskipun hanya sedikit. Keseimbangan antara keduanya harus selalu dijaga. Cita-cita yang besar dengan kemampuan yang terbatas dapat melahirkan keputusasaan. Sebaliknya, cita-cita yang rendah dengan kemampuan yang besar untuk merealisasikan kadang-kadang dapat melahirkan kecerobohan. Agar tidak terjadi keputusasaan dan kecerobohan, harus ada keseimbangan antara dorongan dan cita-cita disatu sisi, dengan kemampuan dan fasilitas disisi lain. Orang yang memiliki keinginan untuk menjadi imam di masjid tidak membutuhkan kemampuan lebih selain dari menghafal surat al-Fatihah. Akan tetapi orang yang memiliki cita-cita dan keinginan menjadi imam kaum Muslim diseluruh dunia harus memiliki kemampuan dan sarana-sarana pendukung yang sesuai dengan cita-citanya itu, minimal dia harus orang yang faqih dan ahli dalam politik. Termasuk kecerobohan apabila seorang pengemban dakwah ingin menjadi pemimpin politik tanpa memiliki kesadaran terhadap peristiwa-peristiwa politik, atau tidak memantau dan memahami berbagai fenomena politik.
Dengan demikian, keseimbangan antara kemampuan dengan dorongan dan cita-cita serta upaya merealisaikan keseimbangan tersebut merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Mohon Tinggalkan Komentar teman-teman tentang blog ini

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Ganti Warna Background

Terima kasih atas kunjungan tamu saya yang istimewa, semoga ada manfaat yang bisa diambil

Followers

REAKSI ANDA TERHADAP BLOG INI

  ©Template by Blogger. Design By Palga